Selasa, 22 Maret 2016

Tradisi Bernuansa Islam di Blitar

Para penyebar Islam di Indonesia tentu saja tidak semata-mata hanya membawa kepercayaaan dan agama mereka, namun mereka juga membawa kebiasaan atau tradisi mereka ke Indonesia. Kebiasaan dan tradisi yang mereka bawa ini sangat mempengaruhi tradisi asli di Indonesia. Kedua tradisi tersebut berpadu menjadi satu memunculkan tradisi baru yang bernuansakan islami.

Kali ini saya akan mengulas tentang tradisi yang berkembang di daerah asalku, yaitu Blitar, Jawa Timur. Namun sebelumnya saya akan menjelaskan sedikit tentang pengertian kebiasaan atau tradisi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tradisi didefinisikan sebagai adat kebiasaan turun-temurun (dari leluhur) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Berarti sesuatu yang ditransmisikan turun temurun adalah adat kebiasaan.

Berikut merupakan beberapa tradisi yang terdapat di Blitar.

1.    Tradisi Tahlilan



Acara Tahlilan ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayat), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayat.
Asal usul tradisi ini sebenarnya berasal dari kebudayaan Hindu-Budha yang termodifikasi oleh ide-ide kreatif wali songo, penyebar agama Islam di Jawa. Awalnya tradisi tahlilan ini belum ada, sebab masyarakat zaman dulu masih percaya kepada makhluk-makhluk halus dan gaib. Oleh sebab itu, mereka berusaha meminta sesuatu kepada makhluk-makhluk gaib tersebut berdasarkan keinginan yang dikehendakinya. Melihat kenyataan tersebut, wali songo memutuskan untuk tidak hanya menyebarkan dakwah Islam saja, namun mereka juga mencoba untuk memadukan tradisi lama di Jawa dengan tradisi dari daerah asal mereka, sehingga memunculkan tradisi tahlilan yang bernuansa islami, bukan yang bernuansa tahayyul seperti sebelumnya.

2.    Wayang Kulit



Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata 'MaHyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna 'bayangan', hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden.
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon gubahan. Acara wayang biasanya diselenggarakan ketika ada yang memiliki hajat seperti pernikahan. Acara ini umumnya dimulai dari tengah malam hingga menjelang fajar.

3.    Tradisi Ziarah



Ziarah merupakan tradisi berkunjung ke makam seseorang, bisa keluarga maupun tokoh masyarakat. Ziarah ini bertujuan untuk mendoakan si mayat di alam kubur sana agar diberi perlindungan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Biasanya saat berziarah dibacakan ayat-ayat Alquran dan kalimat syahadat serta doa-doa untuk si mayat.
Di dalam Islam, ziarah kubur semula dilarang oleh Nabi Muhammad saw, ketika akidah umat Islam belumlah kuat. Ada kekhawatiran bahwa ziarah kubur bisa merusak akidah umat Islam. Tradisi ziarah kubur pada masa pra-Islam ditandai dengan adanya permohonan kepada arwah orang yang meninggal. Hal ini seirama dengan penyembahan terhadap arwah leluhur. Tradisi seperti hampir dijumpai pada seluruh penyembah arwah leluhur di berbagai belahan dunia.


4.    Lebaran Ketupat



Lebaran ketupat disebut juga dengan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu (7 hari) setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat. Ketupat sendiri mengandung arti menawi lepat nyuwun pangapunten, yang artinya jika ada salah minta ma’af.

5.      Tingkeban / Mitoni


Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil dimandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.

6.     Kenduri


Kenduri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, meminta berkah, dan sebagainya. Kenduri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Selamatan atau Kenduren (sebutan kenduri bagi masyarakat Jawa) telah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke Nusantara.
Kenduri ini biasanya dilakukan setelah waktu Isya’ oleh masyarakat laki-laki (pada umumnya). Dalam Kenduri ini akan dipanjatkan beberapa do’a-d’oa. Permohonan do’a yang dipanjatkan bertujuan untuk meminta keselamatan dan mengabulkan apa yang masyarakat inginkan.

Hakekat dasar dari semua tradisi Jawa yang beberapa telah saya sebutkan di atas adalah suatu ungkapan syukur dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan dan kenteraman, namun diungkapkan dalam bentuk lambang-lambang yang masing-masing mempunyai makna. Jadi, mari kita lestarikan tradisi-tradisi yang telah lama berkembang di daerah kita masing-masing, selama itu tidak menentang syariat Islam.

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar