Rabu, 23 November 2016

AEC/MEA dan AFTA. Tantangan Besar bagi Indonesia

Indonesia merupakan salah satu anggota organisasi internasional ASEAN (Association of South East Asia Nations). Untuk merealisasikan salah satu tujuan dibentuknya ASEAN, yaitu memajukan kawasan ASEAN dalam sektor perekonomian, tentu saja ASEAN mengadakan berbagai bentuk kerja sama salah satunya dalam sektor ekonomi.  AEC (Asean Economic Community) atau yang lebih dikenal dengan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dan AFTA (Asean Free Trade Area) adalah contohnya.

MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) atau AEC (Asean Economic Community) adalah proyek kerja sama yang dibentuk oleh negara-negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara dan membentuk kawasan ASEAN dengan perekoniman yang kuat. MEA ini mulai diberlakukan sejak akhir tahun 2015.
AFTA (Asean Free Trade Area) adalah suatu kesepakatan dalam bidang ekonomi mengenai sektor produksi lokal antara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Kesepakatan atau perjanjian ini ditandatangani pada 28 Januari 1992 di Singapura.
Adanya MEA dan AFTA ini berarti barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari negara-negara Asia Tenggara (di luar Indonesia) dapat dengan bebas keluar masuk Indonesia, begitupun sebaliknya. Dengan adanya kemudahan mobilisasi ini, justru ini bisa menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri. Jika Indonesia tetap bertahan dengan kualitas yang sama, pastilah Indonesia akan kalah bersaing dengan negara anggota ASEAN yang lain. Oleh karena itu, diperlukan adanya langkah konkrit untuk menghadapi serbuan MEA ini.
Masih banyak hal penting yang harus diperhatikan Indonesia dalam menghadapi MEA itu sendiri. Apa saja yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan oleh Indonesia untuk menghadapi MEA? Kali ini saya merangkumnya dalam tiga poin, sebagai berikut.
1.    Produk lokal banyak yang sudah mendapatkan tempat di beberapa negara Asia Tenggara
      Keripik dan sarung contohnya. Produk-produk lokal yang terkadang dianggap biasa ini justru bisa menjadi batu loncatan Indonesia untuk menguasai pasar Asia Tenggara. Apalagi jika produk-produk lokal tersebut semakin ditingkatkan kualitasnya. Ini merupakan peluang besar Indonesia, dimana di luar sana belum tentu diproduksi produk-produk sejenis ini. Jika terus dikembangkan dapat dipastikan daya tarik produk lokal Indonesia akan terus meningkat.
2.    Mutu pendidikan tenaga kerja Indonesia masih terbilang rendah
      Salah satu fakta yang saya temukan adalah hingga Febuari 2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia. Tentulah hal ini sangat “memprihatinkan”. Kesadaran masing-masing pendudukan Indonesia sangat dibutuhkan dalam hal ini, yaitu kesadaran akan “melek” pendidikan.
3.    Serbuan produk dari negara-negara Asia Tenggara khususnya
      Masih ada hubungannya dengan poin satu di atas. Poin satu di atas adalah solusi dari poin ini. Selain itu, perlu juga diadakannya peningkatan kualitas infrastruktur untuk menunjang kualitas produk Indonesia. Dimana telah kita ketahui bersama, faktanya, kebanyakan produk luar jauh lebih baik dari produk Indonesia. Agar kita tidak kalah bersaing maka dibutuhkan peningkatan mutu dari produk itu sendiri.
Sejauh ini Indonesia sudah melakukan beberapa langkah konkrit, diantaranya ada yang dalam bentuk program.
1. Pemerintah meluncurkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI merupakan perwujudan transformasi ekonomi nasional dengan orientasi yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan.
2.  Program ACI (Aku Cinta Indonesia). Program ini berjalan dalam bentuk kampanye nasional dalam berbagai produk dalam negeri seperti busana, aksesoris, entertainment, pariwisata dan lain sebagainya.
3.   Penguatan sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Telak dilaksanakan pembinaan dan pemberdayaan terhadap sektor industri kecil menengah (IKM) yang merupakan bagian dari sektor UMKM. Hal ini diupayakan sebagai bentuk pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan menghasilkan barang atau jasa untuk dieskpor.
4.    Perbaikan infrastruktur
5.   Peningkatan Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia). Tentu saja sasaran utamanya adalah jalur pendidikan.

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar