Indonesia
merupakan salah satu anggota organisasi internasional ASEAN (Association of South East Asia Nations). Untuk
merealisasikan salah satu tujuan dibentuknya ASEAN, yaitu memajukan kawasan
ASEAN dalam sektor perekonomian, tentu saja ASEAN mengadakan berbagai bentuk kerja
sama salah satunya dalam sektor ekonomi.
AEC (Asean Economic Community) atau
yang lebih dikenal dengan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dan AFTA (Asean Free Trade Area) adalah contohnya.
MEA
(Masyarakat Ekonomi Asean) atau AEC (Asean
Economic Community) adalah proyek kerja sama yang dibentuk oleh
negara-negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas
perekonomian di kawasan Asia Tenggara dan membentuk kawasan ASEAN dengan perekoniman
yang kuat. MEA ini mulai diberlakukan sejak akhir tahun 2015.
AFTA (Asean Free Trade Area) adalah suatu
kesepakatan dalam bidang ekonomi mengenai sektor produksi lokal antara
negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Kesepakatan atau perjanjian ini
ditandatangani pada 28 Januari 1992 di Singapura.
Adanya MEA dan
AFTA ini berarti barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari
negara-negara Asia Tenggara (di luar Indonesia) dapat dengan bebas keluar masuk
Indonesia, begitupun sebaliknya. Dengan adanya kemudahan mobilisasi ini, justru
ini bisa menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri. Jika Indonesia tetap bertahan
dengan kualitas yang sama, pastilah Indonesia akan kalah bersaing dengan negara
anggota ASEAN yang lain. Oleh karena itu, diperlukan adanya langkah konkrit
untuk menghadapi serbuan MEA ini.
Masih banyak hal penting yang harus diperhatikan
Indonesia dalam menghadapi MEA itu sendiri. Apa
saja yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan oleh Indonesia untuk menghadapi MEA?
Kali ini saya merangkumnya dalam tiga poin, sebagai berikut.
1.
Produk
lokal banyak yang sudah mendapatkan tempat di beberapa negara Asia Tenggara
Keripik dan sarung contohnya.
Produk-produk lokal yang terkadang dianggap biasa ini justru bisa menjadi batu
loncatan Indonesia untuk menguasai pasar Asia Tenggara. Apalagi jika
produk-produk lokal tersebut semakin ditingkatkan kualitasnya. Ini merupakan peluang
besar Indonesia, dimana di luar sana belum tentu diproduksi produk-produk
sejenis ini. Jika terus dikembangkan dapat dipastikan daya tarik produk lokal
Indonesia akan terus meningkat.
2.
Mutu
pendidikan tenaga kerja Indonesia masih terbilang rendah
Salah satu fakta
yang saya temukan adalah hingga Febuari 2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP
atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta orang atau sekitar 64 persen dari
total 118 juta pekerja di Indonesia. Tentulah
hal ini sangat “memprihatinkan”. Kesadaran masing-masing pendudukan Indonesia
sangat dibutuhkan dalam hal ini, yaitu kesadaran akan “melek” pendidikan.
3.
Serbuan
produk dari negara-negara Asia Tenggara khususnya
Masih ada hubungannya dengan poin satu di
atas. Poin satu di atas adalah solusi dari poin ini. Selain itu, perlu juga
diadakannya peningkatan kualitas infrastruktur untuk menunjang kualitas produk
Indonesia. Dimana telah kita ketahui bersama, faktanya, kebanyakan produk luar
jauh lebih baik dari produk Indonesia. Agar kita tidak kalah bersaing maka
dibutuhkan peningkatan mutu dari produk itu sendiri.
Sejauh ini
Indonesia sudah melakukan beberapa langkah konkrit, diantaranya ada yang dalam bentuk
program.
1. Pemerintah meluncurkan Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI merupakan perwujudan
transformasi ekonomi nasional dengan orientasi yang berbasis pada pertumbuhan
ekonomi yang kuat, inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan.
2. Program ACI
(Aku Cinta Indonesia). Program ini berjalan dalam bentuk kampanye
nasional dalam berbagai produk dalam negeri seperti busana, aksesoris, entertainment, pariwisata dan lain sebagainya.
3. Penguatan sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah). Telak dilaksanakan pembinaan dan pemberdayaan terhadap sektor
industri kecil menengah (IKM) yang merupakan bagian dari sektor UMKM. Hal ini
diupayakan sebagai bentuk pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan
kerja dan menghasilkan barang atau jasa untuk dieskpor.
4.
Perbaikan
infrastruktur
5. Peningkatan
Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia). Tentu saja sasaran utamanya adalah jalur
pendidikan.
Referensi: