Setiap orang pasti memiliki pengalaman
terbaik dalam hidupnya. Ya, termasuk saya. Kalian juga pasti memilikinya,
bukan? Kali ini saya akan berbagi tentang pengalaman terbaik dalam hidup saya.
Tapi sebelumnya saya ingin membahas sedikit tentang apa itu “pengalaman terbaik”.
“Pengalaman terbaik” merupakan suatu peristiwa yang pernah kita lewati dan sangat
berkesan bagi kita sendiri maupun orang lain yang ikut terlibat di dalamnya.
Nah, berarti masih ada hubungannya dengan sejarah, dong? Ya, benar sekali, yang
kita anggap sebagai “pengalaman terbaik” itu termasuk bagian sejarah dari hidup
kita. Jadi memang benar bahwa sejarah itu dekat dengan kehidupan kita.
Oke, sekarang saatnya saya masuk dalam
inti dari post ini. It’s about the most delightful experience in my
life with my little family.
Hari Minggu, 20 Desember 2015, tepat
satu hari setelah pengambilan raport akhir semester. Yeay, itu tandanya tiba saatnya
untuk menikmati masa-masa liburan yang telah kunantikan selama 6 bulan. Liburan
semester kali ini aku telah memustuskan untuk pergi ke sebuah kota yang penuh dengan
sejarah. Adakah yang tau kota apakah itu? Mungkin ada dari kalian yang tau.
Yogyakarta, kota dengan segudang sejarah yang tersimpan di dalamnya. Kota yang
dalam sejarah dikatakan pernah sejenak menjadi ibu kota dari Indonesia.
Rencana liburan ini sebenarnya telah
kurencanakan sejak lama, namun tiap kali akan direalisasikan pasti ada saja halangan
yang menghambatnya. Fortunately, di liburan akhir semester ini aku bias merealisasikannya,
yeay. Dimulai dari tanggal 19 Desember 2015, bundaku telah menjemputku di
sekolah tempatku mengemban ilmu, MAN Insan Cendekia Serpong. Hari itu setelah
kami usai mengikuti serangkaian acara pengambilan raport, kami meluncur ke stasiun
untuk menuju sebuah kota yang telaha kurencanakan sejak lama, Yogyakarta.
Perjalanan Jakarta-Jogja memang memakan waktu yang cukup lama. Kami baru sampai
di Yogyakarta keesokan paginya, tanggal 20 Desember 2015. Tepat di Stasiun Tugu,
Yogyakarta, kereta api yang kutumpangi berhenti dan mengantarkanku memijakkan
kaki untuk pertama kalinya di kota ini setelah 2 tahun silam.
Betapa bahagianya aku, ayah dan adikku
telah menunggu tepat di muka Stasiun Tugu. Mereka pun baru saja menempuh perjalanan
Blitar-Jogja yang mungkin cukup melelahkan. Well, it’s OK! Yang
terpenting adalah saat itu aku telah memulai mengukir sejarah dalam hidupku,
liburan terpanjang pertama yang akan kulewati bersama keluarga kecilku di “kota
orang”.
Aku telah membuat list objek-objek
wisata yang akan kukunjungi selama aku berada di Yogyakarta, yaitu Pantai Parangtritis,
Candi Borobudur, Candi Prambanan, De Mata Trick Eye Museum, pusat perbelanjaan
Malioboro dan yang terakhir tak lupa pusat oleh-oleh khas Yogyakarta, hehe.
Tanggal 20 Desember 2015, hari pertama
aku di Yogyakarta, aku memutuskan untuk pergi ke Pantai Parangtritis. Mendengar
nama pantai ini yang terlintas pertama kali di pikiranku adalah tentang mitos
“Nyi Roro Kidul - Sang Ratu Pantai Selatan”. Mungkin pikiran ini telah sedikit teracuni
dengan mitos-mitos yang telah berkembang di masyarakat selama ini. Di luar mitos
itu, Pantai Parangtritis ini menyimpan sejuta keindahan di dalamnya. Mulai dari
ombaknya yang sangat indah dan dahsyat, pasir pantainya yang bersih, hingga pemandangan
dari pinggir pantai yang sangat menakjubkan. Hal-hal ini sangat bertolak belakang
dengan mengerikannya mitos yang berkembang di masyarakat. Beberapa jam di
pantai yang menakjubkan ini cukup membuatku terlepas dari masalah yang mungkin selama
ini datang silih berganti.
Tanggal 21 Desember 2015,
perjalananku berlanjut ke sebuah situs sejarah yang pernah menjadi bagian dari
7 keajaiban dunia, Candi Borobudur. Aku suka berkunjung ke situs-situs sejarah seperti
candi, karena dari sini aku bias belajar tentang sejarah Indonesia yang terjadi
di masa lampau. Bangunan stupa yang banyak cukup membuatku takjub, bagaimana bisa
orang pada zaman dahulu membuat suatu bangunan yang megah dan rumit seperti itu.
It was amazing. Pemandangan dari puncak tertingginya begitu indah, bak aku
bias melihat setiap sudut di kota Yogyakarta dari atas sana. Namun sayangnya,
terlepas dari semua keindahan yang tersaji, banyak dari stupa-stupa disana yang
sudah mengalami renovasi, tidak asli lagi. Tapi setidaknya situs bersejarah ini
masih terawat dengan baik.
Masih
di tanggal yang sama, malam harinya aku bersinggah di Malioboro, pusat perbelanjaan
terkenal di Yogyakarta. Padatnya wisatawan yang berkunjung ke tempat tersebut tidak
menyurutkan kemauanku untuk tentap melangkahkan kaki di setiap sudut Malioboro.
Tanggal
22 Desember 2015, Candi Prambanan dan De Mata Trick Eye Museum menjadi tujuan
perjalananku selanjutnya. Candi Prambanan, situs bersejarah kedua yang
kukunjungi di Yogyakarta. Candi ini tak kalah menakjubkannya dengan Candi
Borobudur. Bangunan candinya yang menjulang tinggi sangat memikat minat wisatawan
untuk berkunjung kesana. Lagi-lagi banyak sejarah yang kutemukan disini, tak kalah
banyaknya dengan di Candi Borobudur.
Sore
hari masih di tanggal yang sama, De Mata Trick Eye Museum menjadi tempat
persinggahanku selanjutnya. Museum ini adalah tempat dimana kita bias berfoto dengan
latar belakang lukisan yang dapat memberi efek nyata pada foto kita. Disini aku dan
keluarga kecilku mengabadikan kunjungan kami dengan mengambil beberapa foto. Disini
kami sangat takjub dengan lukisan-lukisan yang ada di dalamnya, lukisan-lukisan
tersebut sungguh nampak nyata. Tak heran banyak sekali wisatawan yang datang bersamaan
dengan kami.
Tanggal
22 Desember 2015, malam hari, tak lupa kami berkunjung ke pusat oleh-oleh khas
Yogyakarta. Dan berakhirlah perjalananku. Kami memutuskan untuk menyudahi perjalanan
menyenangkan kami. Akhirnya, Perjalanan Jogja-Blitar, menutup seluruh rangkaian
The Most Delightful Experience in My Life.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar